Rabu, 25 Januari 2012

Issu Pendidikan dan Kebangkitan Nasional


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Rasional
       Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya, karena melalui pendidikan sebagian besar manusia  berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya. Kehidupan suatu bangsa juga ditentukan oleh tingkat pendidikannya, suatu bangsa yang pendidikannya maju , tentu kehidupannya maju, demikian juga sebaliknya.Biasanya bangsa yang maju tingkat pendidikannya akan pandai mengatasi masalah yang mereka hadapi, sebaliknya bangsa yang rendah tingkat pendidikannya akan sulit mengatasi masalah yang mereka hadapi( Sutrisno ,2006 : 51). Bagaimana dengan  pendidikan di Indonesia, sudahkah Indonesia  tergolong bangsa yang sudah maju pendidikannya?
       Pendidikan juga memainkan peranan strategis dalam proses pencerdasan dan kemandirian bangsa karena di dalam pendidikan  merupakan usaha  sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual  keagamaan, pengendalian diri, kepribadian , kecerdasan , akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya masyarakat , bangsa dan Negara ( UU RI No.20 Tentang Sisdiknas,2010:.2-3).Persoalan yang muncul kemudian adalah  pendidikan seringkali belum mampu menjadikan dirinya sebagaimana yang diharapkan , pendidikan masih menjadi persoalan social yang menyengsarakan (Beni Setiawan,2008 : 134 ).
        Pembangunan pendidikan mencakup berbagai dimensi yang luas dan diselenggarakan sebagai kesatuan yang sistemik dengan system terbuka  dan multi makna baik pada jalur pendidikan formal,non formal maupun informal.Sementara itu sebagai upaya peningkatan kinerja pendidikan  Departemen Pendidikan Nasional telah merumuskan konsep tiga pilar pembangunan pendidikan. Pertama,Pemerataan  dan perluasan akses pendidikan . Kedua, pendidikan yang bermutu, relevan, dan berdaya saing tinggi. Ketiga, peningkataan manajemen pendidikan, akuntabilitas, dan citra publik. (Ilmu dan Aplikasi pendidikan, 2007,hal.x) . Istilah “Tiga Pilar Pembangunan Pendidikan” tersebut tertuang di dalam Renstra Depdiknas 2005 – 2009. Oleh karena itu, setidaknya istilah tersebut telah kita kenal dan gunakan selama lebih dari lima tahun, dan dengan demikian telah sekian lama menjadi bahan pidato para pejabat dalam periode tersebut.Mulai masa kerja Mendiknas yang baru Bapak Mohammad Noeh ini pada akhir tahun 2009 ini, kini telah lahir istilah baru yang mulai beliau perkenalkan, antara lain melalui media advertorial Depdiknas, yakni “Empat Pilar (Pembangunan) Pendidikan” ( Suparlan,dalam artikel “Empat pilar Pembangunan pendidikan, kamis 10 desember 2009).
       Suparlan dalam artikelnya  yang berjudul “ Isu Pendidikan dan kebangkitan Nasional “ menyatakan bahwa secara konseptual, tiga pilar pendidikan tersebut memang merupakan persoalan mendasar pendidikan di negeri ini. Tetapi dalam implentasinya, kebanyakan konsep yang baik itu seringkali tidak sesuai dengan dengan harapan.  (www Suparlan.com,2008) .Menurut pendapatnya pula bahwa kebangkitan nasional tanpa pendidikan yang berkualitas, mustahil karena sejarah telah memberikan saksi  bahwa kelahiran kebangkitan nasional adalah berkat hasil pendidikan yang berkualitas.
        Dalam amandemen UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) dan (2) menegaskankan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Perintah UUD 1945 ini diperkuat oleh UU Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang disahkan 11 Juni 2003. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama atas pendidikan. Kaya maupun miskin. Namun, dalam realitasnya, sampai saat ini dunia pendidikan kita juga masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan  adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar.
         Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan pasal 11, ayat (1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.
        Berbicara tentang Peringatan  Hari Kebangkitan Nasional tahun ini, bertepatan dengan seabad atau seratus tahun bangsa Indonesia melakukan pergantian paradigma perjuangan, dari yang semula berbasiskan lokal dan kedaerahan ke paradigma perjuangan yang berbasiskan kebangsaan. Tentu saja, dalam kurun waktu seratus tahun itu, telah cukup banyak dinamika kehidupan kebangsaan di tanah air yang berkembang sesuai dengan tuntutan pada zamannya  masing – masing .Peringatan seabad kebangkitan nasional pada tahun ini, tentu harus kita maknai sebagai suatu tugas historis dari para peletak landasan kebangsaan, agar bangsa ini dapat menjadikan penyelenggaraan kehidupan berbangsanya sebagai sumbangsih positif dalam tatanan pembangunan peradaban universal.
       Tentunya ada korelasi positip antara pendidikan dan  kebangkitan Nasional ,Pendidikan dan kebangkitan memiliki peran strategis yang saling terkait satu sama lain, pasalnya pendidikan yang berkualitas dan bisa men-output generasi cerdas dan berjiwa pemimpin akan menghantarkan kebangkitan kita sebagai sebuah bangsa yang besar. Kebangkitan pastinya akan mengantarkan kita pada pendidikan yang gemilang.  Kebangkitan merupakan istilah yang melambangkan kemandirian , kemajuan , geliat untuk terus berbenah menuju kondisi yang lebih baik. Hari kebangkitan Nasional yang dipelopori oleh budi oetomo (20 mei 1908)merupakan tonggak kebangkitan nasional  .Adanya momen kebangkitan Nasional yang kini sudah 103 tahun berlalu,masyarakat banyak berharap merasakan nikmatnya ilmu pengetahuan yang dapat diakses dengan mudah, murah dan berkualitas,sehingga moment kebangkitan Nasional  bukan merupakan sebuah teori yang digaungkan. 
B.    Identifikasi  Issu
       Sebagaimana dikemukakan dalam rasional di atas  , bahwa  pemerintah berupaya untuk mengatasi persoalan yang mendasar dalam dunia pendidikan  dengan merumuskan 3 pilar pembangunan  pendidikan, tetapi dalam implementasinya konsep yang baik tersebut tidaklah sesuai dengan harapan. Sementara itu  dalam  untuk menjalankan amanat yang termaktub dalam  UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 dan  disyahkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional , pemerintah begitu banyak menghadapi tantangan  untuk dapat mewujudkan apa yang tercantum  dalam  kedua undang-undang tersebut, tantangan itu antara lain  meningkatkan akses  , pemerataan  dan kualitas pelayanan pendidikan  dasar , dan terselenggaranya pendidikan yang bermutu  bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi.
       Sementara itu adanya moment kebangkitan nasional  yang kini sudah 103 tahun berlalu , masyarakat banyak berharap merasakan  nikmatnya  ilmu pengetahuan  yang dapat diakses dengan mudah , murah dan berkualitas . Suparlan dalam artikelnya mengungkapkan   bahwa ada ada 6 butir issu yang dinilai menjadi issu penting  dalam dunia pendidikan  yang  menjadi perhatian kita bersama agar pendidikan benar-benar dapat memberikan dukungan  penting bagi kebangkitan  nasional  yang sesungguhnya.Issu pendikan itu antara lain ; 1). Pendidikan dasar harus gratis, 2). Pendidikan harus dapat menemukan potensi peserta didik, 3). Pendidikan harus dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, 4). Pendidikan harus diselenggarakan secara professional, 5). Pendidikan harus memperoleh kepastian anggaran yang memadai dan                               6).pendidikan harus menjadi urusan bersama.

C.    Issu – Issu
Berdasarkan identifikasi issu – issu di atas maka penulis menggarisbawahi beberapa issu yang harus dibahas dalam makalah ini yaitu ;
1.    Apa saja Persoalan mendasar pendidikan  di Indonesia ?
2.    Kebijakan apa saja yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka  mengatasi   persoalan  mendasar di Indonesia ?

D.    Pendekatan
1.    Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
2.    Pendekatan Manajemen Pendidikan, pendidikan ini kami guanakan untuk memecahkan masalah pendidikan di Indonesia dengan melihat dari perspektif manajemen pendidikan .
3.     pendekatan sistem. Dengan pendekatan ini pendidikan dipandang sebagai suatu sistem, suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan. Dari berbagai komponen system pendidikan, yaitu : peserta didik (raw input), instrumental inpu,t termasuk di dalamnya tenaga kependidkian, dan environmental input, dari perspektif manajemen pendidikan komponen tenaga kependidikan merupakan komponen yang penting untuk dibahas.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Persoalan – Persoalan Mendasar Pendidikan di Indonesia

1.    Pendidikan Merata Dapat Diakses Seluruh Anak Bangsa
           Pemerataan dan perluasan akses pendidikan diarahkan pada upaya memperluas daya tampung satuan pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di era global, serta meningkatkan peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) hingga mencapai posisi sama dengan atau lebih baik dari peringkat IPM sebelum krisis. Untuk itu, sampai dengan tahun 2009 dilakukan upaya - upaya sistematis dalam pemerataan dan perluasan pendidikan, dengan mempertahankan APM(Angka Partisipasi Murni ) -SD pada tingkat 95%, memperluas SMP/MTs hingga mencapai APK 98,0% serta menurunkan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas hingga 5%.(Fadli Idris blog,Tiga pilar Pendidikan  Nasional, 9 Mei 2010).
       Program wajib  belajar pendidikan  9 Tahun di Indonesia merupakan universal education yaitu berusaha membuka kesempatan belajar dengan menumbuhkan aspirasi pendidikan orang tua agar anak yang telah telah cukup umur mengikuti pendidikan (Udin Syaefudin dan Mulyani Sumantri dalam Buku Ilmu& Aplikasi Pendidikan,2007 :121).  Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun memperhatikan pelayanan yang adil dan merata bagi penduduk yang menghadapi hambatan ekonomi dan sosial-budaya (yaitu penduduk miskin, memiliki hambatan geografis, daerah perbatasan, dan daerah terpencil), maupun hambatan atau kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual peserta didik. Untuk itu, diperlukan strategi yang lebih efektif antara lain dengan membantu dan mempermudah mereka yang belum bersekolah, putus sekolah, serta lulusan SD/MI/SDLB yang tidak melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB yang masih besar jumlahnya, untuk memperoleh layanan pendidikan.
      Untuk pemerataan dan peningkatan akses pendidikan pemerintah menyediakan layanan pendidika secara merata  untuk semua warga Negara di negeri ini yaitu telah membangun banyak sekali ruang kelas baru (RKB) dan unit sekolah baru (USB) untuk memenuhi kebutuhan tempat belajar anak-anak kita. Sayangnya kebijakan pengadaan RKB dan USB tersebut kurang memperhatikan aspek kualitasnya, sehingga terjadilah ruang kelas yang rusak dan gedung sekolah yang roboh. Ukuran untuk mengetahui pemerataan dan akses pendidikan ini biasanya dikenal dengan APK (angka partisipasi kasar) atau berapa jumlah semua anak yang sudah memperoleh pendidikan dibandingkan dengan jumlah penduduk di suatu daerah. Standar APK yang digunakan untuk menentukan apakah kualtias layanan pendidikan di daerah itu sudah cukup atau belum adalah APK 85%. Jika angka ini sudah tercapai, maka itu berarti pemerintah sudah dapat memberikan layananan pendidikan yang tinggi untuk warga negaranya. Artinya, pilar ketersediaan fasilitas pendidikan di kawasan itu juga sudah memadai. Bahkan, masih kita dengar adanya sekolah yang roboh, bukan hanya di kawasan pedesaan, tetapi juga di kawasan perkotaan. Tentu saja, ini menyangkut ketersediaan fasilitas sekolah. Dari aspek ini, meskipun angka partisipasinya (APK) sudah memenuhi, dari aspek kesersediaan sama sekali belum tercapai, karena banyak anak-anak yang bersekolah di tempat-tempat darurat sebagai akibat dari ruang kelas yang rusak atau malah gedung sekolahnya yang roboh. Dalam hal ini menurut Suparlan pilar ketersediaan pendidikan dinilai lebih penting dibandingkan dengan angka partisipasi atau pilar pemerataan dan akses pendidikan ( www.Suparlan.com.10 Desember 2009, Empat Pilar Pembanguanan Pendidikan ).
2.    Pendidikan Bermutu ,Merata, Efisien dan Relevan
       Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing di masa depan diharapkan dapat memberikan dampak bagi perwujudan eksistensi manusia dan interaksinya sehingga dapat hidup bersama dalam keragaman sosial dan budaya. Selain itu, upaya peningkatan mutu dan relevansi dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta daya saing bangsa.Mutu pendidikan juga dilihat dari meningkatnya penghayatan dan pengamalan nilai-nilai humanisme yang meliputi keteguhan iman dan takwa serta berakhlak mulia, etika, wawasan kebangsaan, kepribadian tangguh, ekspresi estetika, dan kualitas jasmani. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan diukur dari pencapaian kecakapan akademik dan nonakademik yang lebih tinggi yang memungkinkan lulusan dapat proaktif terhadap perubahan masyarakat dalam berbagai bidang baik di tingkat lokal, nasional maupun global.
       Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan yang semakin meningkat yang mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP) (lihat dalam UU RI No.20 Tahun 2003 dan PP RI Tahun 2010 : 57).Tentang Standar Nasional Pendidikan SNP meliputi berbagai komponen yang terkait dengan mutu pendidikan mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Pemerintah mendorong dan membimbing satuan-satuan dan program (studi) pendidikan untuk mencapai standar yang diamanatkan oleh SNP. Standar-standar tersebut digunakan juga sebagai dasar untuk melakukan penilaian terhadap kinerja satuan dan program pendidikan, mulai dari PAUD, Dikdas, pendidikan menengah (Dikmen), PNF , sampai dengan pendidikan tinggi (Dikti).
       Peningkatan mutu pendidikan semakin diarahkan pada perluasan inovasi pendidikan baik pada pendidikan formal maupun nonformal , karena inovasi pendidikan bertujuan dapat meningkatkan efisiensi,relevansi, kualitas dan efektifitas: sarana serta jumlah pesrta didik sebanyak-banyaknya , dengan hasil pendidikan sebesar – besarnya ( menurut criteria kebutuhan peserta didik, masyarakat dan pembangunan ) dengan menggunakan sumber, tenaga , uang , alat dan waktu dalam jumlah yang sekecil-kecilnya. ( Fuad Ihsan , 2010 : 192 ).Dalam penyelenggaraan proses pembelajaran bagi anak usia dini, diarahkan pada pengembangan kemampuan moral dan keagamaan serta kemampuan dasar anak usia dini yang terdiri dari kemampuan fisik ,kemampuan psikososial ,kemampuan bahasa dan kemampuan kognitif( Rohmat,2009 : 102). Peningkatan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi semakin memperhatikan pengembangan kecerdasan intelektual dalam rangka memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di samping memperkokoh kecerdasan emosional, sosial, dan spritual peserta didik.
      Tanpa Pendidikan Dasar yang meluas dan bermutu, satu bangsa sukar mencapai tingkat kemajuan dan kesejahteraan yang memuaskan.. Sebab itu pembuatan Undang-Undang Wajib Belajar 9 tahun di Indonesia adalah tepat sekali. Di masa depan perbaikan Pendidikan Dasar, baik dalam jangkauannya mencapai setiap anak didik maupun dalam mutunya yang makin dapat menyamai keadaan di negara maju, merupakan keperluan yang tidak dapat kita abaikan.Untuk dapat mewujudkan Pendidikan Dasar yang Bermutu dan Efisien terdapat enam faktor utama yang mempunyai pengaruh menentukan terhadap tercapainya tujuan itu, yaitu :
a.    Budaya Pendidikan
b.    Masyarakat
c.    Pemerintah
d.    Pimpinan Sekolah dan Inspeksi Pendidikan
e.    Guru
f.    Orang Tua Murid.
        Masalah pendidikan berikutnya, yaitu masalah efisiensi, efektivitas, dan relevansi sampai sekarang masih terjadi dan ada kecenderungan bahwa masalah-masalah pendidikan tersebut semakin besar. Ketiga masalah pendidikan tersebut tidak saling terpisahkan. Masalah efiseinsi berpeluang menimbulkan masalah efektivitas, dan selanjutnya berpeluang pula menimbulkan masalah relevansi.Masalah efisiensi pendidikan dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu tenaga kependidikan, peserta didik, kurikulum, program belajar dan pembelajaran, sarana/prasarana pendidikan, dan suasana sosial budaya. Demikian pula masalah efektivitas pendidikan juga dapat terjadi karena faktor tenaga kependidikan, peserta didik, kurukulum, program belajar dan pembelajaran, serta sarana/prasarana pendidikan.Masalah relevansi pendidikan berhubungan dengan : tuntutan satuan pendidikan yang lebih atas yang terus meningkat dalam upaya mencapai pendidikan yang lebih berkualitas, aspirasi dan tuntutan masyarakat yang terus meningkat dalam upaya mencapai kehidupan yang berkualitas, ketersediaan lapangan pekerjaan di masyarakat. Kesenjangan terjadi jika komponen-komponen sistem pendidikan yang telah disebutkan di atas tidak mampu memenuhi tuntutan dan aspiranya yang ada.
3.    Penguatan TataKelola,Akuntabilitas,dan   Citra publik      
       Tujuan jangka panjang  Depdiknas adalah mendorong kebijakan sektor agar mampu memberikan arah reformasi pendidikan secara efektif, efisien dan akuntabel. Kebijakan ini diarahkan pada pembenahan perencanaan jangka menengah dengan menetapkan kebijakan strategis serta program-program yang didasarkan pada urutan prioritas. Di samping itu, disusun pula pola-pola pendanaan bagi keseluruhan sektor berdasarkan prioritas, baik dari sumber Pemerintah, orang tua maupun lain di setiap tingkat pemerintahan.
       Pengelolaan pendidikan nasional menggunakan pendekatan secara menyeluruh dari sektor pendidikan  yang bercirikan (a) program kerja disusun secara kolaboratif dan sinergis untuk menguatkan implementasi kebijakan pada semua tingkatan, (b) reformasi institusi dilaksanakan secara berkelanjutan yang didukung program pengembangan kapasitas, dan (c) perbaikan program dilakukan secara berkelanjutan dan didasarkan pada evaluasi kinerja tahunan yang dilaksanakan secara sistematis dan memfungsikan peran-peran yang lebih luas.
       Pemerintah melaksanakan pengembangan kapasitas institusi pendidikan secara sistemik dan terencana dengan menggunakan pendekatan keseluruhan sektor tersebut di atas. Strategi pengembangan kapasitas lebih diarahkan pada proses manajemen perubahan secara atau perubahan yang didorong secara internal. Perubahan yang didorong secara internal akan lebih menjamin terjadinya perubahan secara berkelanjutan, menumbuhkan rasa kepemilikan, kepemimpinan, serta komitmen bersama.
       Kebijakan tata kelola dan akuntabilitas meliputi sistem pembiayaan berbasis kinerja baik di tingkat satuan pendidikan maupun pemerintah daerah, dan manajemen berbasis sekolah (MBS), untuk membantu Pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengalokasikan sumberdaya serta memonitor kinerja pendidikan secara keseluruhan. Di samping itu, peran serta masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan kinerja pendidikan ditingkatkan melalui peran komite sekolah/satuan pendidikan dan dewan pendidikan.
       Pemerintah bertekad mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta memberikan pelayanan yang lebih bermutu, efektif, dan efisien sesuai kebutuhan masyarakat. Pemerintahan yang bersih dari KKN diwujudkan melalui internalisasi etos kerja serta disiplin kerja yang tinggi sebagai bentuk akuntabilitas aparatur negara serta perwujudan profesionalisme aparatur. Untuk itu, segenap aparatur yang ada di Departemen Pendidikan Nasional perlu meningkatkan kinerjanya untuk mewujudkan pelayanan yang bermutu, merata dan adil di dalam suatu tata kelola pemerintahan yang sehat. Aparatur juga perlu mengubah atas perilaku dan sikap seorang birokrat menjadi pelayan masyarakat yangprofesional.
         Kebijakan perwujudan tata kelola pemerintahan yang sehat dan akuntabel dilakukan secara intensif melalui sistem pengendalian internal (SPI), pengawasan masyarakat, serta pengawasan fungsional yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pemerintah mengembangkan dan melaksanakan SPI pada masing-masing satuan kerja dalam mengelola kegiatan pelayanan pendidikan sehari-hari.
       Pengawasan fungsional dilakukan oleh Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Keuangan RI, dan BPKP terhadap hasil pembangunan pendidikan, sedangkan pengawasan masyarakat dilakukan langsung oleh individu-individu atau anggota masyarakat yang mempunyai bukti-bukti penyalahgunaan wewenang
sejalan dengan pembagian kewenangan antartingkat pemerintahan berdasarkan otonomi dan desentralisasi, pemerintah pusat mengkoordinasikan manajemen mutu pendidikan, sedangkan pemerintah daerah berperan dalam manajemen sarana/prasarana dan operasional layanan pendidikan.
B.    Kebijakan Yang Telah Ada
       Beberapa kebijakan pemerintah yang telah dilaksanakan dalam rangka mengatasi masalah mendasar pendidikan  di Indonesia antara lain :
1. Wajib Belajar 9 Tahun
         Negeri ini telah lebih dari 20 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun dan telah 10 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara  Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah (Peraturan pemerintah RI No. 47 Tahun 2008,Tentang Wajib Belajar hal.135).Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat banyak. Apabila perlu, pendidikan dasar enam tahun seharusnya dapat diberikan pelayanan secara gratis karena dalam pendidikan dasar enam tahun atau sekolah dasar kebutuhan mendasar bagi warga negara mulai diberikan. Di sekolah dasar inilah anak bangsa diberikan tiga kemampuan dasar, yaitu baca, tulis, dan hitung, serta dasar berbagai pengetahuan lain. Setiap wajib belajar pasti akan dimulai dari jenjang yang terendah, yaitu sekolah dasar.
2. Kompensasi BBM untuk pendidikan
          Pada bulan Maret dan Oktober 2005, pemerintah Indonesia mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan merealokasikannya sebagian dananya untuk program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mulai dilaksanakan pada  juli 2005. (Mulyono :167 ). Dana subsidi tersebut juga digunakan untuk program beasiswa kepada siswa-siswi yang kurang mampu dan berprestasi.
3. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
         Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS),BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar.( Dirjen.Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional , 2009: 8). dengan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Melalui program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk membantu mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua siswa. BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah murid.
4. Program Keluarga Harapan (PKH)
         Program keluarga Harapan (PKH) merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan. Kedudukan PKH merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu akan segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik.Penerima bantuan PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun (usia sekolah) dan/atau ibu hamil/nifas. Bantuan tunai hanya akan diberikan kepada RTSM yang telah terpilih sebagai peserta PKH dan mengikuti ketentuan yang diatur dalam program.
        Agar penggunaan bantuan dapat lebih efektif diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, bantuan harus diterima oleh ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (dapat nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan). Untuk itu, pada kartu kepesertaan PKH akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga. Pengecualian dari ketentuan di atas dapat dilakukan pada kondisi tertentu dengan mengisi formulir pengecualian di UPPKH kecamatan yang harus diverifikasi oleh ketua RT setempat dan pendamping PKH. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Pedoman Operasional
C.     Pilihan-Pilihan Kebijakan
       Untuk mewujudkan pendidikan yang murah bagi kalangan miskin, ada beberapa langkah kongkrit dan strategis yang bisa diambil seperti ;
1.    Janganlah kemiskinan dijadikan penyebab terhambatnya anak bangsa untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan yang bermutu harus bisa diakses dan dinikmati oleh segenap komponen anak bangsa secara adil dan merata. Dan, negara harus menanggung sepenuhnya segala biaya pendidikan mereka. Mereka harus dibebaskan dari beban biaya pendidikan.
2.    Pengalokasian anggaran pendidikan dari APBN dan APBD. Pemerintah dan pemerintah daerah harus fokus pada bagaimana anggaran 20% bisa direalisasikan dengan nyata dan konsisten. UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan, UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 49 ayat (1) menegaskan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.( UU RI No.20 Tentang Sisdiknas,2010: 25 )
3.    Guru atau profesi guru adalah profesi khusus. Profesi guru tidak sama dengan pegawai negeri lain. Tugasnya terikat pada waktu dan tempat. Karena itu, penggajian pada guru harus berbeda dari pegawai negeri lainnya, agar mereka dapat bekerja dengan tenang dan tidak perlu memikirkan untuk pungutan-pungutan yang tidak sah.
4.     Dengan program pendidikan murah dan berkualitas bagi masyarakat, termasuk bisa dinikmati masyarakat miskin, maka hak asasi sosial ekonomi-budaya bisa dipenuhi. Negara pun bisa mewujudkan program MDGs (millennium development goals) untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat, sekaligus memenuhi tujuan Negara sesuai Pembukaan UUD 45 alinea keempat.
5.    Asuransi pendidikan komersial bagi masyarakat miskin yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi swasta yang polisnya dibayar atau ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Manfaat dari asuransi pendidikan komersial ini adalah agar semua rakyat miskin dapat bersekolah disemua tempat baik itu milik pemerintah maupun milik swasta Analisis pembiayaan pendidikan berbasis subsidi silang. Artinya, pihak-pihak yang memang mampu (perusahaan, masyarakat, orangtua, dan lainnya) layaklah diminta untuk memberikan kontribusi besar/banyak ke pendidikan (CSR pendidikan), sementara mereka yang tidak mampu harus disubsidi dari uang kontribusi mereka yang mampu. Dengan kata lain, dunia pendidikan kita harus semakin adil demi peningkatan mutu, adil di mata pemerintah, sekolah, dan masyarakat.

BAB III
SOLUSI DAN REKOMENDASI
A.    Solusi
               Solusi untuk mengatasi masalah pendidikan di Indonesia  adalah
     1. Membentuk Tenaga Kependidikan sebagai figur utama proses pendidikan
         Masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan merupakan masalah yang sangat mendesak untuk mendapatkan pemecahan. Sebab jika masalah tersebut dibiarkan agar lahir generasi-genarasi penerus yang yang tidak bisa diandalkan untuk menghadapi kompetisi global. Jika hal demikian betul-betul terjadi maka bangsa Indonesia akan semakin terpuruk.
Sampai sekarang dan juga untuk waktu-waktu yang akan datang figur tenaga kependidikan, termasuk para guru, kepala sekolah, dosen, dan pimpinan perguruan tinggi merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan meskipun konsep yang dianut sekarang adalah pendidikan berpusat pada peserta didik. Fakta menunjukkan bahwa meskipun raw input berkualitas tetapi jika ada masalah pada tenaga kependidikan, baik secara kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan rendahnya kualitas output .
Kenyataan sebagaimana tersebut di atas juga dipertegas dengan adanya fakta bahwa untuk menilai tingkat kelayakan atau kualitas institusi pendidikan salah satu komponen penting yang dijadikan sasaran adalah komponen tenaga kependidikan baik dari segi kuantitas dan terutama dari segi kualitas.

2. Membentuk Tenaga kependidikan sebagai manajer pendidikan yang baik
Tenaga kependidikan, terutama kepala sekolah atau pimpinan institusi pendidikan merupakan manajer-manajer pendidikan. Sebagai manajer pendidikan tugas utama mereka adalah mengupayakan agar kegiatan pendidikan dapat menghasilkan tujuan-tujuan pendidikan secara efektif dan efisien, melalui proses yaitu manajemen pendidikan.Menurut Terry (Ngalim Purwanto, 2006: 7), manajemen adalah suatu proses tertentu yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan manusia dan sumber daya lainnya. Jika proses tersebut dilakukan dalam bidang pendidikan dan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan maka disebut sebagai manajemen pendidikan.
Manajemen merupakan inti dari administrasi (Ngalim Purwanto, 2006: 8). Sedangkan administrasi pendidikan adalah proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personil, spiritual, maupun matrial, yang bersangkuta paut dengan pencapaian tujuan pendidikan (Ngalim Purwanto, 2006: 3). Dengan demikian setiap tenaga kependidikan berperanan sebagai administrator. Dan sebagai administrator dirinya harus mampu berperan sebagai manajer pendidikan.
masalah-masalah pendidikan dapat terjadi jika tenaga kependidikan tidak mampu menjalankan perannya dengan baik sebagai manajer pendidikan. Sebagai manajer pendidikan setiap tenaga kependidikan terlebih lagi untuk setiap pemimpin institusi pendidikan harus mengembangkan kemahiran dasar yang oleh Rex F. Harlow (Sarwoto, 1998: 47) dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a.    Kemahiran teknis (technical skill) yang cukup untuk melakukan upaya dari tugas   
 khusus yang menjadi tanggung jawabnya.
b. Kemahiran yang bercorak kemanusiaan (human skill), yang diperlukan untuk bekerja dengan sesamanya guna menciptakan keserasian kelompok yang efektif dan yang mampu menumbuhkan kerja sama diantara anggota-anggota bawahan yang dia pimpin.
c. Kemahiran menganalisis situasi dan permasalahan dengan konsep-konsep ilmiah yang relevan (conceptual skill), yang dapat dijadikan dasar dalam mengambil keputusan dan bertindak secara tetap.
3.  Meningkatkan kualitas manajemen pendidikan
       Masalah pendidikan dapat terjadi jika kepala sekolah dan juga para guru tidak mampu menjadi manajer-manajer pendidikan yang baik. Masalah tersebut bisa saja terjadi karena : a. dirinya tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai konsep-konsep manajemen pendidikan, b.dirinya kurang memahami konsep-konsep dasar pendidikan, dan c. dirinya tidak atau kurang memiliki kemampuan dan karakteristik sebagai manajer pendidikan, sehingga tidak mampu menjalankan peran sesuai dengan statusnya. Masalah kualitas manajer pendidikan seperti itu bisa terjadi karena kesalahan dalam penempatan. Seorang yang sebenarnya belum atau tidak siap untuk menjadi pemimpin karena faktor tertentu dia diangkat menjadi kepala sekolah.
       Masalah-masalah pendidikan juga dapat terjadi jika para pemimpin institusi pendidikan lebih banyak menempatkan dirinya sebagai kepala dan bukan sebagai pemimpin. Sebagai kepala mereka bertindak sebagai penguasa, hanya bertanggung jawab pada pihak atasan, dan melakukan tugas-tugas karena perimintaan atasan. Jika kepala sekolah lebih banyak bertindak sebagai kepala maka dirinya akan kesulitan memberdayakan semua personal yang ada agar tujuan pendidikan tercapai.
Jika masalah-masalah pendidikan disebabkan oleh faktor manajemen maka upaya yang paling tepat untuk mencegah dan mengatasi adalah dengan meningkatkan kualitas manajemen pendidikan. Kualitas manajemen dapat meningkat jika para manajer-manajer pendidikan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya.
Seringkali terlontar pernyataan bahwa kualitas pendidikan sulit untuk ditingkatkan karena kurangnya dukungan dana. Namun ada fakta yang menunjukkan bahwa dana yang cukup bahkan lebih ternyata tidak berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan. Hal demikian dapat terjadi karena kepala sekolah tidak atau kurang mampu memberdayakan semua sumber yang ada, khusunya sumber daya manusia. Demikian juga halnya dengan peranan guru di sekolah sebagai manajer pendidikan, hambatan yang terjadi adalah kurangnya kemampuan untuk memberdayakan semua sumber belajar yang ada agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Untuk mengatasi masalah di atas salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah melalui peningkatan manajemen kinerja kepala sekolah dan guru. Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management) yang baik. .
B.    Rekomendasi
                 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
a.    UUD 1945 mengamanatkan bahwa Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut.
b.    Pendidikan menjadi salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu.
c.     Tanggung jawab dalam mengatasi masalah pendidikan untuk rakyat miskin bukan     kalangan dunia usaha/swasta.
d.    Kepada pemerintah baik pusat maupun daerah hendaknya dapat benar-benar menerapkan anggaran 20% untuk pendidikan dan bisa direalisasikan dengan nyata serta konsisten. UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan, UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 49 ayat (1) menegaskan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.
6.    Pendidikan jangan dikomersialisasikan karena hanya akan menambah beban bagi rakyat miskin atau tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

C.  Penutup
        Demikian makalah yang dapat penulis  uraikan, apabila ada  banyak kekurangan dalam penulisan makalah  ini, kami harapkan masukan saran dan kritiknya untuk perbaikan makalah ini, harapan kami semoga makalah ini dapat menambah wawasan berpikir kita terutama dalam menganalisis dan mengkaji issu pendidikan yang terjadi di Indonesia khsusnya dan dunia pendidikan islam .
Wassalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh

1 komentar:

  1. WELLDONE : PERLU KERJA SAMA YANG KUAT UTK MEWUJUDKAN KEMAJUAN DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA

    BalasHapus